Gempa bumi adalah salah satu bencana alam paling merusak dan tak terduga yang dapat menghantam sebuah kota atau wilayah tanpa peringatan. Dalam dunia konstruksi modern, mitigasi risiko gempa bumi tidak hanya terbatas pada struktur bangunan yang tahan gempa, tetapi juga pada penerapan sistem teknologi canggih yang mampu merespons secara otomatis. Salah satu solusi terdepan dalam hal ini adalah Building Automation System (BAS).
Building Automation System bukan hanya sistem otomatisasi lampu dan pendingin ruangan. Kini, teknologi ini telah berkembang menjadi otak dari sebuah bangunan modern yang mampu mendeteksi ancaman, mengelola respons, dan melindungi penghuni serta aset secara real-time. Ketika terjadi gempa bumi, setiap detik sangat berharga. Di sinilah BAS menunjukkan fungsinya yang paling krusial dengan menyediakan informasi instan, mengaktifkan sistem keamanan, dan mengarahkan evakuasi secara otomatis.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam bagaimana BAS dapat menjadi solusi strategis dalam menghadapi gempa bumi, dari pengenalan dasar, komponen penting, hingga studi kasus implementasi nyatanya di lapangan.
Table of Contents
TogglePengantar Building Automation System (BAS)
Apa Itu BAS dan Mengapa Penting
Building Automation System (BAS) adalah sistem terintegrasi yang mengontrol dan memonitor berbagai sistem dalam bangunan, seperti pencahayaan, ventilasi, HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning), keamanan, hingga sistem deteksi bencana. Sistem ini dirancang untuk membuat bangunan lebih efisien, aman, dan responsif terhadap berbagai situasi, termasuk bencana seperti gempa bumi.
Keunggulan utama dari BAS adalah kemampuannya untuk bekerja secara otomatis tanpa campur tangan manusia. Artinya, dalam situasi darurat seperti gempa, sistem ini bisa mengambil alih fungsi-fungsi penting untuk menjaga keselamatan penghuni. Misalnya, saat sensor mendeteksi getaran seismik, BAS dapat langsung memutuskan aliran listrik, membuka pintu darurat, mengirimkan peringatan ke sistem pusat, dan memandu evakuasi dengan sinyal dan instruksi suara.
BAS menjadi sangat penting karena ia memungkinkan keputusan dibuat dalam hitungan detik. Dalam konteks gempa bumi, detik-detik ini bisa menjadi pembeda antara hidup dan mati. Tak heran jika semakin banyak gedung modern—terutama di wilayah rawan gempa—mengadopsi sistem ini sebagai bagian dari desain dan operasional mereka.
Evolusi BAS dalam Dunia Konstruksi Modern
BAS awalnya dikembangkan untuk efisiensi energi, namun kini evolusinya telah menjangkau fungsi-fungsi kritis lain seperti keamanan dan manajemen bencana. Dulu, sistem ini hanya mengatur suhu ruangan dan pencahayaan berdasarkan jadwal. Sekarang, BAS mampu berkomunikasi dengan sistem eksternal seperti stasiun meteorologi, sistem deteksi gempa nasional, hingga platform manajemen risiko kota.
Teknologi seperti IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), dan Big Data semakin memperkuat kemampuan BAS. Dengan integrasi teknologi ini, sistem dapat belajar dari data historis dan merespons dengan lebih cerdas. Bahkan, beberapa sistem kini mampu memprediksi potensi kerusakan pasca-gempa berdasarkan skala dan durasi getaran yang terdeteksi.
Transformasi ini membuat BAS bukan lagi pilihan tambahan, melainkan kebutuhan wajib untuk bangunan modern, khususnya di wilayah dengan aktivitas seismik tinggi seperti Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat bagian barat.
Pentingnya BAS dalam Mitigasi Bencana Alam
Risiko Gempa Bumi di Indonesia dan Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara dengan aktivitas seismik tertinggi di dunia. Terletak di Cincin Api Pasifik, wilayah ini rawan terhadap gempa besar yang dapat merusak infrastruktur dan mengancam nyawa penduduk. Sejak gempa besar Aceh 2004 hingga Palu 2018, ancaman gempa bumi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Banyak kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya juga memiliki risiko tinggi terhadap gempa bumi meskipun jaraknya jauh dari zona subduksi. Inilah mengapa sistem manajemen risiko seperti BAS menjadi sangat relevan dan diperlukan. Tanpa sistem otomatisasi yang responsif, potensi kerugian bisa meningkat drastis.
Di tingkat global, negara-negara seperti Jepang dan Turki juga mengintegrasikan sistem otomatisasi dalam bangunan mereka untuk mengurangi dampak gempa. Mereka telah membuktikan bahwa dengan teknologi yang tepat, risiko bisa diminimalkan secara signifikan.
Peran BAS dalam Respons dan Keselamatan
BAS memberikan lapisan perlindungan tambahan yang sangat penting dalam menghadapi gempa bumi. Ketika sensor seismik terhubung ke sistem BAS mendeteksi getaran, berbagai prosedur otomatis segera diaktifkan. Ini termasuk:
-
Mematikan aliran listrik untuk mencegah kebakaran akibat korsleting.
-
Menghentikan lift pada lantai terdekat dan membuka pintunya.
-
Membuka pintu darurat dan memandu evakuasi dengan sinyal suara.
-
Mengaktifkan kamera pengawas dan sistem komunikasi internal.
-
Mengirimkan peringatan ke pusat komando keamanan.
Respons otomatis ini sangat penting karena dalam kondisi panik, tidak semua penghuni gedung mampu bereaksi dengan cepat. BAS mengambil alih beban pengambilan keputusan dan memastikan prosedur keselamatan berjalan sesuai rencana tanpa gangguan.
Tidak hanya itu, sistem ini juga merekam semua data kejadian—dari waktu getaran, respons sistem, hingga pola evakuasi yang kemudian bisa dianalisis untuk meningkatkan sistem ke depannya. Dalam arti lain, BAS bukan hanya alat pelindung, tapi juga alat pembelajaran untuk masa depan.
Komponen Utama BAS untuk Deteksi Gempa
Sensor Seismik dan Integrasinya dalam BAS
Sensor seismik adalah komponen vital dalam sistem BAS untuk mitigasi gempa. Sensor ini dirancang untuk mendeteksi getaran tanah bahkan yang paling kecil sekalipun. Saat sensor menangkap getaran yang melebihi ambang batas tertentu, sistem langsung mengirimkan sinyal ke controller BAS untuk mengaktifkan respons yang telah diprogram.
Ada dua jenis sensor yang umum digunakan: sensor analog dan sensor digital. Sensor digital lebih akurat dan responsif serta mudah diintegrasikan dengan sistem IoT dan AI. Penempatan sensor ini juga strategis, biasanya di basement dan titik-titik struktural kritis gedung, sehingga deteksi bisa lebih cepat dan presisi.
Keunggulan dari integrasi sensor ini dalam BAS adalah kecepatan. Dalam hitungan milidetik, sensor bisa mengenali getaran dan memberi perintah pada seluruh jaringan sistem bangunan. Itulah mengapa sensor ini harus selalu dikalibrasi dan diuji secara berkala agar keandalannya tetap terjaga.
Sistem Alarm Otomatis dan Notifikasi
Begitu sinyal dari sensor diterima, sistem BAS mengaktifkan alarm secara otomatis. Alarm ini bisa berupa sirene, lampu peringatan, dan bahkan pesan suara yang diarahkan ke semua lantai gedung. Tujuannya jelas—memastikan semua orang menyadari bahwa gempa sedang terjadi dan mendorong evakuasi segera.
Selain alarm fisik, sistem juga mengirimkan notifikasi ke perangkat yang terhubung, seperti smartphone, komputer keamanan, dan bahkan ke sistem komando kota (jika terhubung). Pemberitahuan ini berisi informasi tentang intensitas gempa, lokasi getaran, dan instruksi tindakan.
Dengan sistem alarm yang cerdas, penghuni tidak hanya diberi tahu tentang bahaya, tetapi juga diarahkan tentang apa yang harus dilakukan—seperti jalur evakuasi, tempat berkumpul, dan apa yang tidak boleh dilakukan. Ini membantu mengurangi kepanikan dan meningkatkan efektivitas evakuasi.
Sistem Penguncian dan Pengamanan Gedung
Fungsi Kritis Sistem Penguncian Otomatis
Salah satu fitur yang sangat vital dari Building Automation System (BAS) adalah kemampuan untuk mengunci atau membuka akses pintu secara otomatis selama gempa bumi. Mengapa ini penting? Karena dalam situasi darurat, pengelolaan akses ke bagian-bagian tertentu dari bangunan dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah kerusakan tambahan.
Misalnya, sistem bisa secara otomatis membuka pintu-pintu keluar darurat agar penghuni bisa segera mengevakuasi diri tanpa hambatan. Di sisi lain, sistem juga bisa mengunci ruang-ruang berisiko seperti ruang server, ruang penyimpanan bahan kimia, atau ruang mesin untuk mencegah kebakaran, kerusakan, atau bahkan pencurian saat kondisi kacau.
Keunggulan utama dari penguncian otomatis adalah kecepatan dan presisi. Tidak ada waktu yang terbuang karena menunggu perintah manual atau staf keamanan. BAS akan mengeksekusi protokol pengamanan hanya dalam hitungan detik setelah sensor mendeteksi getaran.
Keterhubungan dengan Sistem Keamanan Lainnya
Sistem penguncian ini juga tidak bekerja sendiri. Dalam konfigurasi BAS modern, fitur ini terhubung dengan kamera pengawas (CCTV), sistem alarm kebakaran, dan sistem komunikasi internal. Jadi, saat BAS mengunci atau membuka akses, pengelola gedung juga dapat memonitor siapa yang berada di mana secara real-time.
Hal ini sangat berguna saat proses evakuasi berlangsung, karena bisa diketahui apakah masih ada orang di lantai tertentu atau apakah pintu darurat tertentu tidak berfungsi. BAS akan memberikan data dan visualisasi yang lengkap kepada tim tanggap darurat sehingga tindakan bisa diambil dengan cepat dan tepat.
Dengan kata lain, sistem penguncian dan pengamanan yang terintegrasi ini bukan hanya fitur tambahan—tetapi elemen utama dalam menyelamatkan jiwa dan menjaga stabilitas operasional bangunan setelah gempa terjadi.
Cara Kerja BAS Saat Terjadi Gempa Bumi
Deteksi Awal dan Aktivasi Sistem
Cara kerja BAS saat gempa dimulai dari deteksi awal yang dilakukan oleh sensor seismik. Sensor ini bekerja secara konstan, memantau getaran yang terjadi pada struktur bangunan. Begitu ambang batas getaran dilewati, sistem langsung aktif secara otomatis tanpa perlu intervensi manusia.
Aktivasi ini mencakup banyak aspek secara simultan:
-
Mematikan aliran listrik utama untuk mencegah korsleting dan kebakaran.
-
Menghentikan lift di lantai terdekat dan membuka pintunya agar tidak terjebak.
-
Mengaktifkan jalur evakuasi—termasuk membuka pintu otomatis dan menyalakan lampu evakuasi.
-
Mengirim notifikasi ke perangkat pengguna dan pusat komando darurat.
-
Menyalakan kamera keamanan untuk pemantauan langsung.
Yang membuat BAS begitu hebat adalah kecepatan dan ketepatan responsnya. Tidak ada delay karena semua sudah diprogram dengan skenario darurat yang jelas. BAS juga menggunakan data historis dari gempa-gempa sebelumnya untuk memperkirakan respons yang paling efektif.
Evakuasi Otomatis dan Manajemen Akses
Begitu sistem aktif, BAS juga langsung memulai prosedur evakuasi otomatis. Dalam gedung yang besar, ini sangat membantu karena penghuni tidak harus mencari petunjuk atau panik mencari jalan keluar. Sistem akan memberi instruksi suara dan visual—misalnya melalui speaker atau layar digital—yang mengarahkan orang ke jalur evakuasi tercepat dan teraman.
Sistem akses yang cerdas juga memastikan hanya area-area aman yang bisa dilewati, dan area berbahaya atau berisiko langsung dikunci untuk mencegah masuknya orang. Bahkan dalam beberapa sistem canggih, sistem bisa mengarahkan evakuasi berdasarkan kepadatan—mengalihkan arus orang ke jalur lain bila satu jalur terlalu padat.
Kemampuan untuk mengelola ribuan orang dalam hitungan detik inilah yang membuat BAS menjadi solusi masa depan untuk keselamatan bencana. Setiap lantai bisa memiliki sistem evakuasi yang dikontrol pusat, dan laporan keberhasilan evakuasi bisa segera dilihat melalui dasbor kontrol utama.
Monitoring Real-Time dan Pelaporan
Satu aspek penting yang tak boleh dilupakan adalah monitoring dan pelaporan real-time. Setelah semua protokol dijalankan, BAS tetap aktif untuk memantau situasi. Sistem ini merekam semua data penting—dari durasi gempa, intensitas getaran, lokasi kerusakan, respons setiap unit sistem, hingga data evakuasi penghuni.
Semua data ini ditampilkan dalam antarmuka dasbor digital yang bisa diakses oleh tim tanggap darurat atau pengelola bangunan. Jika ada masalah—misalnya pintu darurat tidak terbuka, atau listrik tidak berhasil diputus—semua akan langsung terlihat dan bisa segera ditangani.
Bahkan setelah gempa selesai, BAS masih berfungsi untuk membantu proses recovery. Data yang dikumpulkan bisa digunakan untuk menganalisis kelemahan sistem dan memperbaikinya untuk ke depannya. Dalam beberapa kasus, laporan ini juga bisa digunakan sebagai bukti untuk klaim asuransi atau laporan ke pihak berwenang
Implementasi BAS untuk Gedung di Daerah Rawan Gempa
Studi Kasus Gedung Bertingkat di Jakarta
Di Jakarta, beberapa gedung bertingkat tinggi seperti perkantoran dan apartemen kelas atas sudah mulai menerapkan BAS dengan fitur mitigasi gempa. Salah satu contoh sukses adalah gedung perkantoran di kawasan Sudirman yang menggabungkan BAS dengan teknologi seismik Jepang.
Ketika gempa terjadi pada tahun 2023, sistem secara otomatis menghentikan lift, membuka pintu darurat, dan mengarahkan seluruh penghuni ke jalur evakuasi yang sudah ditentukan. Tidak ada korban jiwa, dan sistem dapat melanjutkan monitoring hingga pascagempa untuk memastikan semua aman sebelum operasional dilanjutkan.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa investasi dalam BAS bukan hanya soal efisiensi energi, tetapi juga keselamatan nyawa. Pengelola gedung tersebut mengklaim bahwa sistem BAS mereka memungkinkan proses evakuasi selesai 40% lebih cepat dibanding skenario manual sebelumnya.
Contoh Penerapan di Fasilitas Publik dan Komersial
Bukan hanya gedung kantor, fasilitas publik seperti rumah sakit, stasiun kereta, dan pusat perbelanjaan kini juga mulai menerapkan BAS untuk keamanan bencana. Rumah sakit di wilayah Bandung misalnya, telah menginstal sistem yang terhubung dengan peralatan medis dan sistem cadangan listrik. Saat terjadi gempa, sistem langsung memprioritaskan penyediaan listrik ke ruang operasi dan ICU.
Sementara di pusat perbelanjaan, sistem diarahkan untuk menjaga keamanan pengunjung dengan membuka akses keluar dan mengaktifkan sistem notifikasi massal ke seluruh toko. BAS juga bekerja sama dengan sistem pemadam kebakaran otomatis, sehingga jika terjadi ledakan atau percikan api, sistem langsung bereaksi tanpa menunggu konfirmasi manual.
Penerapan BAS di fasilitas publik menjadi indikator penting bahwa teknologi ini bukan sekadar fitur “canggih”, melainkan sebuah kebutuhan nyata untuk menghadapi tantangan bencana di era modern.
Komponen BAS yang Diintegrasikan Saat Gempa
1. Sensor Gempa (Seismic Sensor)
Contoh: Sensor Toyo Automation (VIBCON/VIBLINE)
Mendeteksi percepatan (Gal), frekuensi, dan durasi getaran.
2. Kontrol Otomatis Bangunan
Sensor gempa dapat memicu sistem otomasi untuk:
- Sistem Otomatis = Respon Saat Gempa
- Lift/Elevator = Berhenti di lantai terdekat & buka pintu
- Katup Gas Otomatis = Menutup pasokan gas untuk cegah kebakaran
- Sistem Alarm = Mengaktifkan sirine, lampu darurat, dan speaker evakuasi
- Sistem Listrik = Putus aliran ke peralatan non-esensial
- Pintu Otomatis / Akses Kontrol = Buka pintu darurat, atau mengunci zona tertentu
- Sistem CCTV & IoT Monitoring = Mulai merekam atau mengirim snapshot
- Genset / UPS = Siaga atau aktifkan cadangan daya
3. Integrasi dengan WhatsApp
Sensor Toyo Automation → Gateway / Microcontroller → API WhatsApp
4. Fungsi Notifikasi WhatsApp:
- Kirim peringatan secara real-time ke:
1. Manajer gedung
2. Tim tanggap darurat (ERT)
3. Pemilik gedung / penyewa - Isi notifikasi mencakup:
1. Waktu kejadian
2. Nilai percepatan (Gal)
3. Lokasi sensor
4. Rekomendasi tindakan darurat
5. Teknologi Pendukung:
- API WhatsApp Business (Twilio, Gupshup, dll.)
- Raspberry Pi / ESP32 sebagai kontroler
- MQTT / Node-RED / Python script sebagai middleware
- Bisa ditambahkan fungsi: delay, verifikasi double trigger, atau klasifikasi level guncangan ringan/sedang/berat.
6. Keuntungan BAS + Notifikasi WhatsApp Saat Gempa
- Tanggap cepat (dalam detik pertama) sebelum gelombang merusak (S-wave) tiba.
- Minimalkan panik dan chaos, karena instruksi langsung diterima via ponsel.
- Bisa berjalan otomatis meskipun staf tidak di tempat.
- Tercatat dan terdokumentasi, bisa dievaluasi pasca kejadian.
7. Implementasi di Gedung Bertingkat atau Fasilitas Kritis
- Gedung perkantoran >10 lantai
- Rumah sakit
- Bandara & stasiun
- Hotel & apartemen mewah
- Pabrik kimia, pembangkit listrik
- Gedung pemerintahan & pusat data
Desain Arsitektur dan Integrasi BAS Anti-Gempa
Sinergi Arsitektur dan Teknologi Otomatisasi
Ketika membicarakan Building Automation System (BAS), kita tidak hanya berbicara tentang perangkat lunak dan sensor. Desain arsitektur bangunan juga memainkan peran besar dalam efektivitas sistem ini, terutama dalam mitigasi gempa bumi. Arsitektur modern kini dirancang sejak awal dengan mempertimbangkan integrasi penuh terhadap sistem otomasi, menciptakan sinergi yang optimal antara desain fisik dan sistem digital.
Contohnya, jalur evakuasi kini dibuat sedemikian rupa agar terhubung langsung dengan sistem BAS. Artinya, saat terjadi gempa, sistem dapat mengarahkan penghuni ke jalur yang sudah didesain untuk tetap aman dan stabil saat terjadi guncangan. Selain itu, penempatan sensor seismik, kontrol akses, dan kamera pengawas dirancang sedemikian rupa agar tidak mengganggu estetika maupun fungsi ruang.
Kolaborasi antara arsitek dan insinyur BAS juga menciptakan ruang-ruang yang bisa merespons situasi secara dinamis—misalnya ruang pertemuan yang bisa beralih fungsi menjadi titik kumpul evakuasi dengan hanya menyalakan mode darurat dalam BAS. Inilah masa depan desain bangunan: cerdas, adaptif, dan terintegrasi penuh.
Penempatan Sistem Sensor dan Jalur Evakuasi
Sensor dan sistem BAS harus diletakkan di lokasi strategis agar fungsinya maksimal. Biasanya, sensor seismik dipasang di bagian struktur bawah seperti basement atau pondasi, karena lokasi ini paling sensitif terhadap getaran awal gempa. Sistem ini juga dikombinasikan dengan sensor suhu, tekanan, dan kelembapan untuk memberikan data lengkap tentang kondisi bangunan.
Sementara itu, jalur evakuasi dibuat dalam bentuk yang mudah diakses, dilengkapi dengan lampu darurat otomatis dan sistem speaker untuk instruksi evakuasi. Sistem ini bisa mengarahkan penghuni ke titik kumpul aman di luar gedung, dan pada saat yang sama mengirimkan informasi ke petugas keamanan secara real-time.
Kunci keberhasilan sistem ini terletak pada keterpaduan antara fisik dan digital—arsitektur yang dirancang mendukung otomatisasi, dan sistem otomasi yang memperkuat fungsi arsitektural saat krisis.
Standar dan Regulasi BAS Anti-Gempa di Indonesia
Peraturan Pemerintah dan SNI Terkait Sistem Otomasi Bangunan
Pemerintah Indonesia, melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN), telah mulai menetapkan berbagai regulasi yang berkaitan dengan sistem bangunan, termasuk Building Automation System. Dalam konteks mitigasi gempa, beberapa SNI (Standar Nasional Indonesia) sudah memasukkan aspek teknologi sebagai bagian dari sistem keselamatan bangunan.
Misalnya, SNI 1726 terkait desain struktur bangunan tahan gempa, mulai mendorong integrasi antara struktur fisik dan sistem monitoring getaran. Meski belum mengatur BAS secara spesifik, arah kebijakannya sudah mulai terbuka untuk penggunaan teknologi otomatisasi sebagai bagian dari upaya tanggap bencana.
Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, beberapa pemerintah daerah juga mulai mewajibkan bangunan tinggi untuk memiliki sistem manajemen risiko yang terotomatisasi. Ini berarti ke depan, BAS bukan lagi keunggulan kompetitif, melainkan keharusan operasional.
Sertifikasi dan Audit Sistem Otomasi Gedung
Untuk memastikan sistem BAS bekerja optimal, gedung-gedung yang telah menerapkan sistem ini biasanya mengikuti proses audit dan sertifikasi tertentu. Beberapa sertifikasi internasional seperti ISO 50001 (manajemen energi), ISO 22301 (manajemen keberlangsungan bisnis), dan LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) mulai menambahkan elemen BAS dalam kriterianya.
Di Indonesia sendiri, sertifikasi Green Building juga mulai mempertimbangkan keberadaan sistem otomatisasi sebagai indikator efisiensi dan keselamatan. Oleh karena itu, pengelola gedung yang ingin mendapatkan nilai tinggi dalam audit lingkungan dan keselamatan harus mempertimbangkan BAS sebagai bagian dari strategi desain mereka.
Kesimpulan
Building Automation System (BAS) adalah salah satu inovasi paling revolusioner dalam dunia konstruksi modern, khususnya dalam upaya mitigasi bencana seperti gempa bumi. Dari deteksi dini, pengamanan gedung, hingga evakuasi otomatis—BAS memberikan solusi total yang tak hanya efisien tapi juga menyelamatkan nyawa.
Dengan integrasi teknologi terbaru seperti AI, IoT, dan machine learning, sistem ini tidak hanya bisa merespons, tapi juga memprediksi dan belajar dari bencana sebelumnya. Meskipun masih ada tantangan seperti biaya, keamanan siber, dan regulasi, potensi BAS dalam menghadirkan keselamatan dan efisiensi sangat besar.
Jika Anda memiliki bangunan di daerah rawan gempa dan ingin melindungi investasi Anda serta penghuni di dalamnya, maka saatnya mempertimbangkan BAS sebagai sistem utama, bukan sekadar tambahan.
FAQ (Pertanyaan Umum)
1. Apa itu Building Automation System (BAS)?
BAS adalah sistem otomatisasi yang mengontrol dan memonitor berbagai fungsi dalam bangunan seperti pencahayaan, ventilasi, keamanan, dan sistem darurat termasuk mitigasi gempa bumi.
2. Mengapa BAS penting untuk mitigasi gempa bumi?
Karena sistem ini mampu merespons secara otomatis dan cepat saat gempa terjadi, mengaktifkan jalur evakuasi, memutus listrik, serta memberikan notifikasi kepada penghuni dan petugas keamanan.
3. Apakah BAS mahal untuk dipasang?
Biaya awal memang tinggi, namun investasi ini bisa mengurangi kerugian besar akibat kerusakan atau kehilangan nyawa selama gempa. Jangka panjangnya justru efisien.
4. Bagaimana cara kerja BAS saat gempa?
Sistem menerima sinyal dari sensor seismik, lalu mengaktifkan protokol darurat seperti membuka pintu evakuasi, menghentikan lift, dan mengirimkan peringatan ke penghuni secara otomatis.
5. Apakah BAS hanya untuk gedung tinggi?
Tidak. BAS bisa diterapkan pada semua jenis bangunan, termasuk rumah sakit, sekolah, pusat perbelanjaan, bahkan rumah tinggal dengan skala lebih kecil.