Apa Itu Gempa Susulan dan Mengapa Terjadi

Apa Itu Gempa Susulan dan Mengapa Terjadi?

Gempa susulan atau dalam istilah geologi disebut aftershock adalah serangkaian gempa bumi yang terjadi setelah gempa utama (mainshock). Gempa ini merupakan bagian dari proses penyesuaian kerak bumi yang terguncang akibat pelepasan energi besar saat gempa utama terjadi. Para ahli geologi menjelaskan bahwa kerak bumi yang terguncang tidak langsung kembali stabil, tetapi akan terus mengalami tekanan dan pergeseran kecil yang kemudian menghasilkan gempa-gempa kecil berikutnya.

Gempa susulan biasanya terjadi di sekitar area pusat gempa utama dan dapat berlangsung selama beberapa hari, minggu, hingga berbulan-bulan tergantung dari besarnya gempa utama dan kondisi geologi wilayah tersebut. Jika gempa utamanya sangat besar, seperti yang terjadi di Palu atau Aceh, maka gempa susulan bisa sangat kuat bahkan menimbulkan kerusakan tambahan.

Para peneliti dari USGS (United States Geological Survey) menyebutkan bahwa gempa susulan adalah bagian alami dari siklus seismik. Mereka menyarankan masyarakat untuk tetap waspada setelah gempa utama karena biasanya gempa susulan masih cukup kuat untuk merusak bangunan yang sudah melemah.

Apa Itu Gempa Susulan dan Mengapa Terjadi
Apa Itu Gempa Susulan dan Mengapa Terjadi
Perbedaan Gempa Susulan dan Gempa Utama

Perbedaan utama antara gempa susulan dan gempa utama terletak pada kekuatan dan perannya dalam rangkaian aktivitas seismik. Gempa utama merupakan gempa terbesar dalam satu rangkaian aktivitas seismik, sedangkan gempa susulan terjadi setelahnya dengan magnitudo yang lebih kecil. Namun demikian, tidak semua gempa susulan kecil; beberapa cukup kuat hingga menyaingi kekuatan gempa utama, terutama jika struktur bangunan sudah rapuh akibat gempa sebelumnya.

Perlu dipahami juga, gempa susulan bukanlah gempa baru yang terpisah, melainkan kelanjutan dari sistem kegempaan yang telah dimulai oleh gempa utama. Hal ini membuat masyarakat perlu lebih waspada, terutama dalam kurun waktu 24-72 jam setelah gempa utama karena pada periode tersebut risiko gempa susulan yang kuat relatif lebih tinggi.

Penyebab Terjadinya Gempa Susulan

Pergerakan Lempeng Tektonik

Gempa bumi secara umum, termasuk gempa susulan, disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik yang saling bertumbukan, bergeser, atau menjauh satu sama lain. Ketika dua lempeng tektonik bertumbukan, tekanan besar terbentuk di antara keduanya. Ketika tekanan ini sudah tidak bisa ditahan lagi oleh kerak bumi, maka terjadilah pelepasan energi dalam bentuk gempa.

Setelah gempa utama terjadi, tekanan di sekitar area patahan tidak serta merta hilang. Justru, tekanan ini bisa berpindah ke area lain di sekitar patahan yang kemudian menyebabkan gempa susulan. Dalam banyak kasus, area yang mengalami tekanan baru bisa mengalami kerusakan tambahan yang tidak kalah parah dari gempa pertama.

Fenomena ini telah diamati secara global, termasuk di zona subduksi aktif seperti di Indonesia, Jepang, dan wilayah Samudra Pasifik lainnya. Daerah-daerah ini memiliki potensi gempa susulan yang tinggi karena terus-menerus mengalami pergeseran lempeng secara aktif.

Penyesuaian Tekanan di Bawah Permukaan

Setelah gempa besar, kerak bumi di area sekitar pusat gempa perlu menyesuaikan diri terhadap perubahan tekanan dan distribusi energi. Penyesuaian ini menyebabkan keretakan atau pergeseran baru di batuan bawah tanah, yang menghasilkan getaran kecil hingga sedang – inilah yang disebut gempa susulan.

Penyesuaian ini ibarat permukaan kain yang tertarik dan kemudian dilepaskan; akan terjadi gelombang kecil yang menyebar. Proses geologis ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama tergantung dari kedalaman gempa, struktur batuan, dan aktivitas tektonik regional.

Bahkan, dalam beberapa kasus, gempa susulan bisa menunjukkan bahwa masih ada energi yang belum sepenuhnya dilepaskan. Oleh karena itu, para ilmuwan terus memantau aktivitas seismik pasca-gempa utama untuk memprediksi apakah akan terjadi gempa susulan yang signifikan atau tidak.

Karakteristik Gempa Susulan

Kekuatan dan Durasi

Gempa susulan sering kali memiliki kekuatan yang lebih kecil dibandingkan dengan gempa utama, tetapi tidak berarti mereka tidak berbahaya. Beberapa gempa susulan bisa cukup kuat hingga merusak bangunan yang sudah melemah oleh gempa utama. Kekuatan gempa susulan bisa berkisar dari magnitudo 2 hingga lebih dari 6 pada skala Richter, tergantung dari kekuatan gempa awal dan kondisi geologis wilayah tersebut.

Durasi terjadinya gempa susulan juga bervariasi. Ada wilayah yang hanya mengalami gempa susulan selama beberapa hari, tetapi di daerah tertentu, aktivitas susulan bisa berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan lebih dari satu tahun. Hal ini biasanya terjadi di wilayah yang memiliki patahan aktif dan kompleks, seperti wilayah Indonesia bagian timur.

Gempa susulan juga bisa terasa lebih kuat karena terjadi secara mendadak dan sering kali tanpa peringatan. Intensitas getaran juga dipengaruhi oleh kedalaman pusat gempa. Semakin dangkal pusat gempa, maka getarannya akan lebih terasa di permukaan.

Pola Waktu dan Frekuensi

Gempa susulan cenderung mengikuti pola yang dikenal dalam geologi sebagai “hukum Omori.” Menurut hukum ini, frekuensi gempa susulan akan menurun secara eksponensial seiring waktu setelah gempa utama. Dengan kata lain, jumlah gempa susulan paling banyak akan terjadi dalam beberapa jam atau hari pertama setelah gempa besar, lalu secara perlahan mulai menurun baik dari segi jumlah maupun kekuatan.

Namun, penting dicatat bahwa meskipun frekuensinya menurun, tidak berarti risiko sudah benar-benar hilang. Ada banyak kasus di mana gempa susulan terjadi beberapa minggu atau bulan setelah gempa utama, namun tetap cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan tambahan.

Ilmuwan sering menggunakan data ini untuk memperkirakan kemungkinan dan pola gempa susulan, meski prediksinya tidak selalu presisi. Inilah sebabnya masyarakat perlu tetap waspada bahkan setelah kondisi tampak membaik.

Dampak Gempa Susulan

Risiko Terhadap Bangunan dan Infrastruktur

Salah satu dampak paling nyata dari gempa susulan adalah kerusakan lebih lanjut terhadap bangunan dan infrastruktur yang sudah melemah. Saat gempa utama terjadi, fondasi bangunan, jembatan, jalan, dan fasilitas umum lainnya bisa mengalami retakan yang tidak langsung terlihat. Ketika gempa susulan menghantam, struktur-struktur ini bisa runtuh sepenuhnya.

Gempa susulan juga menyulitkan upaya penyelamatan dan evakuasi. Petugas SAR sering kali harus menghentikan pencarian korban karena risiko keselamatan akibat gempa susulan yang tidak terduga. Hal ini memperlambat proses penyelamatan dan bisa berdampak pada meningkatnya jumlah korban jiwa.

Bukan hanya bangunan fisik, infrastruktur vital seperti jaringan listrik, air bersih, dan komunikasi pun sangat rentan. Kerusakan tambahan dari gempa susulan bisa memutus jalur logistik dan memperparah kondisi di daerah terdampak.

Dampak Psikologis terhadap Masyarakat

Gempa susulan tak hanya mengguncang tanah, tapi juga mengguncang mental masyarakat. Ketakutan terhadap kemungkinan gempa berikutnya membuat banyak orang enggan kembali ke rumah mereka, meskipun bangunannya masih berdiri. Mereka memilih tinggal di tenda-tenda darurat atau posko pengungsian untuk merasa lebih aman.

Dampak psikologis ini dikenal sebagai trauma pasca-bencana (post-traumatic stress disorder/PTSD). Gejalanya bisa berupa kecemasan berlebihan, sulit tidur, mimpi buruk, hingga ketakutan untuk berada di dalam ruangan tertutup. Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling rentan terkena dampak ini.

Dalam beberapa kasus, gempa susulan yang terus terjadi membuat masyarakat mengalami “keletihan bencana” di mana rasa waspada berubah menjadi kelelahan emosional yang parah. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan layanan dukungan psikologis sebagai bagian dari penanganan bencana.

Bagaimana Ilmuwan Memprediksi Gempa Susulan

Teknologi dan Alat Pemantauan

Memprediksi gempa bumi, termasuk gempa susulan, memang sangat menantang. Namun, ilmuwan telah mengembangkan berbagai teknologi dan alat pemantauan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya gempa susulan. Salah satunya adalah seismograf, alat yang mampu mendeteksi getaran kecil sekalipun di dalam bumi.

Selain itu, jaringan sensor GPS yang terpasang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, digunakan untuk memantau pergerakan lempeng tektonik secara real time. Data ini kemudian dikumpulkan dan dianalisis oleh pusat gempa nasional seperti BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) di Indonesia atau USGS di Amerika Serikat.

Perangkat lunak pemetaan juga digunakan untuk menampilkan zona potensi gempa susulan berdasarkan lokasi gempa utama. Dengan kombinasi data seismik dan GPS, ilmuwan dapat memperkirakan area mana yang berisiko tinggi mengalami gempa susulan, meskipun waktunya tidak bisa dipastikan secara tepat.

Model Prediksi Berdasarkan Data Historis

Selain teknologi modern, ilmuwan juga menggunakan data historis untuk membuat model prediktif. Dengan mempelajari pola gempa dari masa lalu, mereka bisa melihat kecenderungan terjadinya gempa susulan setelah gempa utama tertentu. Misalnya, jika suatu daerah pernah mengalami gempa susulan besar dalam rentang waktu tertentu, maka kemungkinan pola yang sama akan terjadi di masa depan.

Model prediksi seperti ini sangat berguna dalam perencanaan tanggap darurat dan pengambilan keputusan oleh pemerintah. Misalnya, jika prediksi menunjukkan masih ada potensi gempa susulan kuat, maka proses evakuasi akan diprioritaskan dan aktivitas ekonomi bisa dihentikan sementara di wilayah tersebut.

Namun, semua prediksi ini tetap harus diiringi dengan edukasi masyarakat. Pemahaman bahwa prediksi bukan jaminan, melainkan panduan, adalah kunci agar masyarakat tetap tenang tapi waspada.

Studi Kasus: Gempa Susulan di Indonesia

Gempa Lombok 2018

Gempa Lombok pada tahun 2018 adalah salah satu contoh nyata bagaimana gempa susulan bisa memperparah dampak bencana. Pada 5 Agustus 2018, Lombok diguncang gempa utama berkekuatan 7,0 SR. Setelah itu, dalam kurun waktu beberapa minggu, wilayah ini mengalami ratusan gempa susulan, termasuk beberapa yang berkekuatan di atas 6,0 SR.

Gempa susulan ini tidak hanya menyebabkan kerusakan tambahan, tetapi juga membuat warga hidup dalam ketakutan. Banyak korban selamat yang memilih tidak kembali ke rumah karena takut terjadi runtuhan saat gempa susulan. Beberapa fasilitas publik yang sebelumnya selamat dari gempa utama justru roboh saat gempa susulan mengguncang kembali.

BMKG melaporkan lebih dari 500 kali gempa susulan terjadi setelah gempa utama. Pemerintah daerah kesulitan dalam proses evakuasi dan pendistribusian bantuan karena kondisi yang tidak stabil. Ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi gempa susulan yang bisa sama bahayanya dengan gempa utama.

Gempa Palu 2018

Gempa besar yang mengguncang Palu pada 28 September 2018 dengan magnitudo 7,5 SR diikuti oleh tsunami yang menghancurkan. Namun, tidak banyak yang membahas bahwa wilayah ini juga mengalami serangkaian gempa susulan selama berminggu-minggu setelah bencana utama.

Salah satu gempa susulan tercatat memiliki kekuatan lebih dari 6 SR, yang cukup kuat untuk menimbulkan kerusakan lebih lanjut. Warga yang berada di pengungsian semakin tertekan secara emosional karena gempa susulan terus terjadi tanpa bisa diprediksi.

Kondisi medan yang sulit dan kerusakan infrastruktur memperparah penanganan bencana. Gempa susulan juga menghambat tim SAR yang sedang berupaya menemukan korban yang tertimbun reruntuhan. Studi kasus ini menegaskan betapa pentingnya merancang sistem tanggap darurat yang mampu mengakomodasi gempa susulan secara efektif.

Mitigasi Risiko Gempa Susulan

Edukasi dan Simulasi Bencana

Mitigasi gempa susulan harus dimulai dari pendidikan masyarakat. Banyak korban jiwa dan kerugian materi sebenarnya bisa diminimalisasi jika masyarakat memahami apa yang harus dilakukan saat dan setelah gempa terjadi. Edukasi ini bisa dilakukan melalui sekolah, komunitas lokal, hingga kampanye media sosial oleh pemerintah dan lembaga non-profit.

Simulasi bencana menjadi salah satu cara paling efektif untuk membentuk kebiasaan masyarakat dalam menghadapi kondisi darurat. Misalnya, latihan evakuasi secara berkala di sekolah, kantor, dan tempat umum akan membantu meningkatkan kesiapan. Jika masyarakat tahu ke mana harus lari atau di mana tempat aman saat gempa susulan, risiko jatuhnya korban akan jauh berkurang.

Pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan BMKG dan BNPB untuk menyelenggarakan pelatihan dan simulasi. Dalam jangka panjang, pendekatan ini akan menciptakan budaya tanggap bencana yang kuat dan menyeluruh.

Bangunan Tahan Gempa dan Kesiapsiagaan

Salah satu langkah paling krusial dalam mengurangi dampak gempa susulan adalah membangun infrastruktur yang tahan gempa. Di Jepang, misalnya, semua bangunan tinggi wajib memenuhi standar konstruksi tahan gempa. Indonesia pun sudah mulai menerapkan standar ini, meskipun implementasinya masih belum merata di seluruh wilayah.

Pembangunan gedung yang menggunakan bahan lentur, fondasi kuat, dan teknik struktur yang mengikuti standar internasional bisa mengurangi kemungkinan bangunan roboh saat terjadi gempa susulan. Selain itu, audit bangunan pasca-gempa utama harus menjadi prioritas, karena keretakan kecil bisa berubah menjadi keruntuhan jika diguncang lagi.

Selain bangunan, kesiapsiagaan juga mencakup logistik darurat seperti stok makanan, air bersih, obat-obatan, dan sistem komunikasi yang tetap berjalan meski jaringan utama lumpuh. Hal ini akan membantu menjaga stabilitas dan keamanan saat masyarakat harus bertahan dalam kondisi sulit pasca-gempa.

Peran Masyarakat dalam Menghadapi Gempa Susulan

Langkah Darurat yang Harus Dilakukan

Ketika gempa susulan terjadi, reaksi pertama masyarakat sering kali adalah panik. Namun, yang terpenting adalah mengetahui apa yang harus dilakukan agar tetap aman. Langkah-langkah darurat ini harus menjadi bagian dari pengetahuan dasar setiap warga, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan gempa.

Berikut adalah langkah-langkah penting yang harus dilakukan saat gempa susulan terjadi:

  1. Berlindung di Tempat Aman – Cari tempat perlindungan seperti di bawah meja yang kokoh atau di sudut ruangan yang jauh dari jendela dan barang berat yang bisa jatuh.

  2. Jangan Keluar Rumah Terburu-buru – Jika sedang berada di dalam bangunan dan gempa terasa kecil, tunggu sampai getaran berhenti. Keluar rumah dengan hati-hati, hindari tangga sempit atau lift.

  3. Waspadai Bangunan Retak – Jangan masuk ke bangunan yang sudah terlihat retak atau rusak. Gempa susulan bisa membuat struktur runtuh.

  4. Matikan Listrik dan Gas – Jika memungkinkan, matikan sumber listrik dan gas untuk mencegah kebakaran.

  5. Bawa Tas Darurat – Selalu siapkan tas berisi barang-barang penting seperti air minum, makanan ringan, obat-obatan, senter, radio, dan dokumen penting.

Kesadaran untuk tetap tenang dan bertindak cepat bisa menyelamatkan nyawa. Penting juga untuk tidak terpancing informasi hoaks yang sering muncul setelah bencana.

Menjaga Kewaspadaan Pasca-Gempa

Pasca gempa utama, masyarakat perlu tetap waspada terhadap gempa susulan yang bisa datang sewaktu-waktu. Salah satu bentuk kewaspadaan adalah dengan terus memantau informasi dari sumber resmi seperti BMKG dan BNPB. Jangan mudah percaya dengan informasi dari media sosial tanpa verifikasi.

Selain itu, penting juga untuk mengevaluasi kondisi rumah dan lingkungan sekitar. Jika ada kerusakan pada struktur bangunan, segera hubungi pihak berwenang untuk melakukan pengecekan. Masyarakat juga sebaiknya menyusun rencana evakuasi keluarga, termasuk titik kumpul dan jalur aman jika gempa terjadi kembali.

Kewaspadaan juga mencakup kesiapan mental. Tetap tenang, menjaga komunikasi dengan tetangga, dan saling membantu adalah bagian penting dari respon komunitas yang efektif. Di masa seperti ini, solidaritas masyarakat menjadi kunci utama ketahanan terhadap bencana.

Mitos dan Fakta tentang Gempa Susulan

Klarifikasi Informasi yang Keliru

Gempa sering kali dikelilingi oleh berbagai mitos yang justru bisa membahayakan masyarakat. Salah satu mitos yang umum adalah bahwa setelah satu gempa besar terjadi, tidak akan ada gempa lagi. Padahal, kenyataannya gempa susulan bisa terus terjadi dalam waktu yang lama.

Mitos lain yang beredar adalah bahwa hewan bisa memprediksi gempa. Memang benar bahwa beberapa hewan menunjukkan perilaku aneh sebelum gempa, tapi ini bukan metode yang ilmiah atau dapat diandalkan untuk prediksi. Ketergantungan pada mitos semacam ini bisa mengalihkan perhatian dari informasi penting yang diberikan oleh ahli.

Bahkan, masih banyak yang percaya bahwa gempa bisa “dipicu” oleh cuaca buruk atau aktivitas manusia biasa seperti pengeboran. Faktanya, gempa terjadi karena proses geologis yang sangat dalam dan besar skalanya, bukan karena hujan deras atau badai.

Fakta Ilmiah yang Perlu Diketahui

Secara ilmiah, gempa susulan terjadi sebagai bagian dari penyesuaian kerak bumi setelah pelepasan energi besar dari gempa utama. Frekuensinya menurun seiring waktu, tapi bisa berlangsung selama berbulan-bulan, tergantung dari karakteristik geologi wilayah tersebut.

Fakta lain yang penting adalah bahwa gempa susulan kadang bisa lebih kuat daripada gempa utama—terutama jika gempa awal adalah “foreshock” atau gempa pendahuluan. Oleh karena itu, membedakan mana gempa utama dan mana susulan sering kali hanya bisa dilakukan setelah beberapa waktu berlalu.

Fakta ilmiah ini menegaskan pentingnya masyarakat mengikuti panduan dari lembaga resmi dan ilmuwan, bukan dari spekulasi atau mitos yang menyebar di internet.

Tantangan dalam Menangani Gempa Susulan

Infrastruktur Kurang Memadai

Salah satu tantangan besar dalam penanganan gempa susulan di Indonesia adalah masih banyaknya wilayah yang infrastrukturnya belum memadai. Di daerah terpencil, jalan rusak parah atau bahkan tidak tersedia sama sekali, membuat distribusi bantuan dan proses evakuasi terhambat.

Kondisi ini diperburuk oleh minimnya peralatan berat dan sarana komunikasi di daerah bencana. Ketika gempa susulan terjadi dan menambah kerusakan, tim SAR harus bekerja dua kali lebih keras dengan sumber daya yang terbatas. Hal ini menyebabkan bantuan lambat tiba dan proses penyelamatan bisa terlambat.

Pemerintah perlu memprioritaskan pembangunan infrastruktur tangguh di daerah rawan gempa, serta memperkuat sistem logistik darurat agar bisa merespons dengan cepat dan efisien.

Keterbatasan Akses dan Teknologi di Daerah Tertentu

Tidak semua wilayah Indonesia memiliki akses terhadap teknologi deteksi dini dan pemantauan gempa. Padahal, akses ini sangat penting untuk meminimalkan risiko saat terjadi gempa susulan. Banyak desa di pegunungan atau pulau-pulau kecil belum memiliki seismograf atau alat komunikasi cepat.

Selain itu, keterbatasan tenaga ahli dan sumber daya membuat proses identifikasi risiko lebih lambat. Masyarakat lokal seringkali harus mengandalkan pengetahuan tradisional atau berita dari mulut ke mulut yang tidak selalu akurat.

Untuk mengatasi ini, perlu ada program nasional yang menyebarluaskan teknologi pemantauan dan pelatihan mitigasi ke daerah-daerah terpencil. Kolaborasi dengan universitas, NGO, dan sektor swasta juga bisa mempercepat pemerataan akses teknologi dan informasi.

Kesimpulan

Mengapa Pemahaman tentang Gempa Susulan Penting

Memahami gempa susulan bukan hanya penting, tetapi juga vital bagi keselamatan kita semua. Gempa susulan sering kali disepelekan karena dianggap lebih lemah daripada gempa utama. Padahal, kenyataannya gempa susulan bisa menimbulkan dampak yang sama besar, apalagi jika bangunan dan infrastruktur sudah melemah.

Dengan mengetahui apa itu gempa susulan, bagaimana mekanismenya, serta langkah-langkah mitigasi yang bisa dilakukan, kita bisa mengurangi risiko dan mempercepat pemulihan. Edukasi adalah fondasi utama, dan itu harus dimulai dari tingkat individu, keluarga, komunitas, hingga nasional.

FAQ Tentang Gempa Susulan

1. Apakah gempa susulan bisa lebih kuat dari gempa utama?
Ya, meskipun jarang, gempa susulan bisa memiliki magnitudo lebih besar daripada gempa sebelumnya, yang kemudian menjadikan gempa pertama sebagai “foreshock”.

2. Berapa lama gempa susulan bisa terjadi setelah gempa utama?
Gempa susulan bisa terjadi selama beberapa hari hingga berbulan-bulan, tergantung kekuatan gempa utama dan kondisi geologis wilayah.

3. Apa yang harus dilakukan saat gempa susulan terjadi?
Segera berlindung di tempat aman, hindari bangunan yang rusak, dan siapkan tas darurat berisi kebutuhan pokok.

4. Bagaimana cara mengetahui info gempa susulan terbaru?
Pantau situs resmi BMKG, aplikasi cuaca dan gempa, serta media sosial lembaga resmi untuk informasi terbaru dan akurat.

5. Apakah semua gempa pasti diikuti gempa susulan?
Sebagian besar gempa besar diikuti oleh gempa susulan, tapi gempa kecil biasanya tidak memicu gempa tambahan yang signifikan.

Hubungi Kami Sekarang Juga!

Jangan ragu untuk menghubungi kami jika Anda ingin bertanya ataupun konsultasi terkait kebutuhan pembelian alat sensor gempa Anda! Silahkan kontak kami melalui.

  • Email: info.ins@tac-v.co.jp
  • HP/WA: 0853 1320 0188
  • Alamat: Jalan Boulevard Raya blok PD 9 nomor 12, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 14240
Scroll to Top
Open chat
Costumer Support
Halo, ada yang bisa kami bantu?